“Kenapa?” tanya
Rhea pada Drian yang sempat tertegun setelah membuka lemari tempat ia selalu
menaruh lauk pauk.
Drian berubah.
Rhea yakin bocah ini mulai berubah sejak insiden delapan rembar seratus ribuan
beberapa hari yang lalu. Kalau soal nyahutin omongan Rhea mah, Drian memang
masih butuh waktu lama. Dan jika Drian tidak berubah, dia tidak akan langsung
masuk ke dapur dan mengambil piring untuk dirinya sendiri. Karena selama ini
bocah tersebut jelas-jelas menghindari makan di rumah sebisa mungkin meskipun
apa yang Rhea masak, bahan-bahannya dibeli dengan uang bocah itu sendiri.
“Sejak kapan lo
berhenti korupsi?” tanya Drian yang sedang mengeluarkan lauk pauk dari dalam
lemari.
“Korupsi?”
Drian
mengendikkan bahunya kemudian menambahkan nasi ke dalam piring kosong miliknya
sambil berceletuk bagaimana Rhea hanya memasak tempe, tahu, tempe, tahu, tempe
lagi, lalu balik ke tahu lagi. Oh dan jangan lupakan ikan teri legendaris Rhea
yang selalu ada dalam berbagai kesempatan. Jika bukan korupsi, apalagi namanya?
Rhea mendengus.
Rhea tidak pernah mondar-mandir di antara tahu dan tempe. Wanita itu juga
memasak udang, sotong, ayam dan lain-lain. Salah siapa yang pulang sekolah saat
matahari sudah terbenam kemudian masuk ke dalam kamar tanpa keluar lagi sampai
matahari menyinsing? Drian yang selalu bangun kesiangan mana sempat sarapan?
Jadilah Rhea yang menghabiskan semua lauknya. Wanita itu akui bahwa beberapa
kali memang hanya menggoreng tempe atau tahu dengan telur mata sapi saja karena
uang makan mereka berdua ia belikan untuk keperluan datang bulannya. Keadaan
sudah sangat kacau sehingga Rhea tidak merasa harus kembali KB. Memangnya apa
yang akan terjadi antara dirinya dan Drian bocah? Namun begitu Rhea tidak mau
menjelaskan apapun pada Drian yang sudah mulai makan. Termasuk bahwa ia juga
mencuri uang Drian yang harusnya dibelikan beras, untuk membeli buah dan
diberikan pada Ibu yang selalu ia temui dua minggu sekali di tempat biasa
beliau belanja. Rhea memang berjanji untuk tidak lagi datang ke rumah pada
Bapak. Tapi Bapak tidak melarangnya menemui Ibu di luar, bukan? Bapak juga
tidak melarang Rhea untuk mengintip beliau di tempat bekerja.
“Jangan lupa
cuci piringnya.”
See? Drian tidak
benar-benar berubah. Menyahut segala omongan Rhea adalah hal yang sampai kapan
pun merupakan hal yang sia-sia baginya.
~o~
Rhea sudah
memejamkan kedua matanya meskipun lampu ruang tamu Drian masih menyala. Wanita
itu sudah terbiasa dengan semua perubahan yang ada. Harus terbiasa lebih
tepatnya. Wanita tersebut sedang mencoba untuk tidur lebih tepatnya ketika
Drian duduk di sofa seberang.
“Wangi banget,”
cibir Rhea pada bocah yang sudah mengenakan jaket varsity-nya itu. “Malam
minggu kok makan di rumah,” cibir Rhea yang menyadari bahwa saat dirinya yang
sudah tua ini mencoba untuk tidur, para remaja justru baru keluar dari rumah
untuk pacaran dengan kekasih masing-masing.
Tidak ada
jawaban, Drian hanya mencebikkan bibirnya dan memandang Rhea aneh. Beberapa
menit setelahnya Drian mendapat panggilan telfon dan bicara sebentar sebelum
mengangkat pantatnya dari sofa.
Remaja itu
sudah duduk di atas motornya. Motor kesayangannya bahkan sudah menyala tapi
Drian kembali menurunkan standar motor dan balik ke dalam rumah. Berjalan cepat
pada Rhea Davina yang sedang tidur.
“Apa lagi?
Minta jajan?” tanya Rhea yang tidak hanya mendengar suara pintu kembali dibuka,
tapi kini Drian berdiri di samping sofa yang sudah menjadi ranjangnya dan
menghalangi cahaya lampu. Saat Rhea membuka matanya, terlihat seperti ada
cahaya illahi di sekeliling kepala bocah itu karena posisinya yang
menghalangi sumber cahaya.
“Cewek yang
pernah lo bilang bakal jadi istri gue dimasa depan... kenapa sampai sekarang lo
ga pernah cerita tentang dia?”
Rhea langsung
membawa dirinya duduk kemudian berdeham untuk membersihkan tenggorokannya.
“Kenapa tiba-tiba bahas dia?”
“Gue berhak tau
semua hal soal dia. Lagian lo udah cerita begitu banyak hal, kenapa ga ada satu
pun tentang cewek ini?”
Karena ternyata aku ga siap? tanya Rhea pada dirinya sendiri. “Kamu udah punya
Manda. Fokus ke Manda aja.”
“Lo..” ucap
Drian kemudian terdiam beberapa saat. “Lo belum tau ya?” tanya nya pada diri
sendiri.
“Tau apa?”
“Semua orang
tau kalau Manda udah bukan cewek gue lagi.”
“Kalian putus? Dan
kenapa pula aku ga tau tapi semua orang pada tau?” tanya Rhea yang merasa bodoh
sendiri. Drian tidak pernah putus dengan Manda. Tidak sekalipun. Rhea tau benar
kisah cinta suaminya. Manda adalah pacar pertama yang juga adalah cinta pertama
Adrian Russel. Yang seandainya Rhea tidak pernah hadir mungkin wanita itulah
yang melahirkan putrinya Drian.
“Karena Manda
yang statusnya berpacaran dengan gue di Facebook,” ucap Drian sembari
menunjuk mukanya sendiri saat mengatakan kata ‘gue’, “Sekarang sudah lajang
lagi. Jelas lo ga tau karena lo ga punya Facebook.”
“Kamu nyari aku
di Facebook?” Sekarang Rhea salah fokus. “Ngapain nyari aku di Facebook?
Tunggu Dri, kamu ga boleh malam mingguan sebelum jelasin semuanya. Ngapain
buru-buru keluar kalo kamu lagi jomblo?” Dan tentu saja Drian tidak akan pernah
menemukannya di Facebook karena nama akun Facebooknya adalah “Si Imoet
Anak Bapak”. Akun Facebook yang sampai sekarang tidak bisa ia akses karena
tidak tau apa kata sandinya. Rhea sudah mencoba semua kata sandi yang ia punya
tapi tidak ada yang bisa membuatnya bisa login ke akun tersebut. Oh, dan tolong
abaikan nama alainya. Semua orang alai pada zamannya.
“Apa salahnya
nyelidikin Kakak lo sendiri?”
Tapi Rhea tidak
percaya. “Kamu suka sama aku, Dri?” Wanita itu melontarkann kalimatnya setengah
tidak percaya. Bukan pada kemungkinan Drian yang menyukainya tapi pada dirinya
sendiri yang mengungkapkan kalimat tersebut.
Drian menunduk
dengan tangan kiri bertumpu pada pahanya. “Lo sakit, Rhe?” tanya bocah itu
sambil meletakkan punggung tangannya di dahi Rhea yang glowing. Sentuhan fisik
paling pertama yang pernah terjadi di antara keduanya.
“Terus ngapain
nyari-nyari informasi tentang aku?” tanya Rhea setelah menepis tangan Drian
dari jidatnya. Tidak, adalah jawaban jika kamu ingin bertanya apakah Rhea gugup
akibat sentuhan ringan Adrian Russel di dahinya.
“Kita lagi
bahas cewek yang katanya bakal jadi istri gue selama gue ga sadar kalo yang gue
sayang itu Manda. Apa cewek ini bisa bikin Manda cemburu?”
“Adrian Russel!
Jawab pertanyaanku dengan jujur karena jujur aja kamu bikin aku risih.” Kata
Rhea yang menguntit Adrian Russel di semua sosial media yang ada bahkan punya
second akun untuk mengikuti semua aktivitas Drian di sosial media. Rhea malu
sekali dengan kelakukannya dulu.
“Gue berhak tau
apa cewek yang numpang di rumah gue adalah bandar narkoba atau justru kalangan
cewek penghibur yang sedang kabur dari mucikari. Semua bisa terjadi Rhea..”
“Itu barusan
kasar banget.”
“Gue udah kasih
yang paling sopan. Kalo gue cuma nyelidikin Kakak gue sendiri. Rhea Davina
Russel. Lo yang minta dikasarin.”
Rhea mendecih
mendengar kalimat terakhir Drian. “Jadi, kenapa putus?”
“Karena Manda
udah nunjukin sifat aslinya. Cewek gue itu ternyata-”
“-Mantan.”
“Bodo! mending
gue cabut,” putus Drian yang tidak ingin lagi membahas kenapa Manda memutuskan
hubungan mereka. Yang tentu saja masih ada kaitannya dengan Rhea. Atau dengan
perlakuan Drian pada Rhea hari itu. Drian terkekeh mengingat bagaimana
konyolnya mereka putus.
“Aku baru aja nganterin kamu pulang, Manda!”
“Aku ga minta antar.”
“Tapi minta putus?” tanya Drian tidak percaya.
“..”
“Karena Rhea berdarah? Ga ada urusannya dia yang berdarah sama aku yang
harus pasrah aja diputusin. Zaki bilang kamu gila, tapi ga segila ini juga
dong, Manda!”
“Gimana kalo aku yang tembus, Yan? Kamu juga mau maki-maki aku? Kakak
sendiri aja dimaki-maki apalagi aku. Makanya, ayo pacaran lagi kalo kamu udah
dewasa.”
“Tembus apaan? Kenapa aku harus maki-maki kamu kalo kamu tembus?”
“Tembus itu berdarah. Sama kaya Kak Rhea kemaren. Kamu kok bego banget
gini sih?”
“Ya Tuhan. Kamu barusan bilang aku begoo?!” Drian bersumpah ini adalah
pertengkaran keduanya yang pertama kali. Dan ia tidak pernah menyangka
pertengkaran pertama akan membahas-bahas darah freaking menstruasi. “Kamu beda! Kalau itu kamu,
aku bakal lakuin apapun. Apa kamu masih ga paham bedanya kamu sama Rhea
Davina?”
“Russel?” tambah Drian setelah menyadari ada yang terlupa diucapkannya.
“Aku serius, Yan.”
“Aku lebih serius lagi Manda.”
Dan ternyata
serius yang keduanya maksud hari itu jauh berbeda. Manda serius ingin putus
sedangkan Drian serius dengan janjinya akan melakukan apa pun untuk pacarnya
itu. Karena Manda adalah orang yang sangat penting baginya. Orang penting yang
sudah mengatainya bego. Orang penting yang sampai kapan pun Rhea tidak akan
pernah setara dengannya. Karena Rhea bukan siapa-siapa. Hal ini tentu berbeda
jika wanita yang barusan ia tinggalkan setelah berdecak kesal adalah Kakak
kandungnya.
Kamu paham,
‘kan? Sudahlah Rhea menumpang di rumah Drian, makannya Drian yang tanggung,
pakaian Drian dipakai seenak hati sampai Drian bahkan tidak punya keinginan
lagi untuk memakai kaos-kaosnya yang sudah pernah Rhea gunakan. Dan Rhea masih
ingin Drian membelikannya pembalut?
“Gue lagi
otewe,” ucap Drian sebelum Zaki sempat mengucapkan sepatah kata pun. Cowok itu
hampir memutuskan sambungan namun nama mantannya yang Zaki sebut membuat
otakknya langsung menarik perintah yang terlanjur diberikan pada ujung jari
jempol.
“Lo jemput Manda. Mantan pacar lo lagi di bengkel, motornya rusak. Ini
langsung mau gue SMS-in alamatnya. Lo ga bakal nolak jemput Manda kaya dia yang
nolak dijemput sama elo, ‘kan?”
Drian mendengus
mendengar kalimat terakhir Zaki. “Dia bilang apa?”
“Kalo lo udah bukan siapa-siapanya dia. Jadi ga usah mintain tol-”
“Keras kepala
banget, si juara tiga kelas lo itu. SMS-in alamatnya cepet!”
.png)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar