Adrian sedang
menunggu makan siangnya ketika seseorang bergabung dengannya dan Zaki.
Seseorang yang selama ini memang memiliki tempat khusus dalam pertemanan
mereka.
Tidak. Bukan
Drian yang punya janji temu dengan Manda melainkan Zaki. Manda pun
membelalakkan matanya saat mendapati Drian berada di meja yang sama dengan
Zaki. Wanita itu memandang Drian dengan perasaan bersalah karena kejadian
terakhir kali yang seharusnya tidak perlu terjadi. Atau setidaknya, tidak perlu
diketahui oleh Rhea.
Drian
menggeleng pelan melihat Manda yang tampak seperti ingin melontarkan kata maaf.
Zaki tidak perlu tau. Jadi Manda tidak perlu berkata apa pun tentang hari itu.
Dan karena sudah mengenal satu sama lain terlalu lama bahkan sempat memiliki
hubungan asmara, Manda memahami apa yang Drian inginkan dengan begitu mudah.
Manda mengambil
posisi duduk di antara Drian dan Zaki kemudian berseru, “Kamu pesan apa, Yan?”
tanya Manda ramah.
Sementara itu
Zaki mengalihkan pandangannya dari ponsel kemudian menatap Manda dan Drian
secara bergantian. Manda, Zaki dan Drian adalah tiga orang yang harusnya
menjadi sahabat baik sampai mati jika saja Drian dan Manda tidak jatuh cinta
satu sama lain beberapa tahun yang lalu. Tidak ada yang bisa menjamin sepasang
sahabat yang jatuh cinta akan langgeng sampai akhir hayat bukan? Ini yang Zaki
tidak sukai ketika keduanya mulai pacaran beberapa tahun yang lalu. Padahal
puluhan tahun dari sekarang saat satu per satu indra di tubuh mereka melemah,
saat anak-anak sibuk dengan keluarga mereka sendiri dan hanya datang berkunjung
di akhir minggu atau akhir bulan, Zaki ingin ia, Manda dan Drian tinggal di
satu rumah. Mereka bisa membeli satu rumah sederhana yang jauh dari keramaian
dengan pekarangan yang cukup untuk ketiganya menanam jahe yang bisa di buat
wedang saat nanti musim hujan tiba. Menanam kacang tanah juga bukan pilihan
yang buruk. Manda bisa merebus kacangnya untuk kemudian dimakan ketika
ketiganya menonton film lama yang dulu sering mereka tonton. Tapi semuanya
berakhir menjadi angan-angan saja berkat Manda dan Drian.
Manda adalah
sahabat baiknya Zaki terlepas dari berhasil atau tidaknya hubungannya dengan
Drian. Kandasnya hubungan mereka tidak mengubah hubungan keduanya dengan Zaki,
maksudnya hubungan Manda dengan Zaki dan juga hubungan Drian dengan Zaki. Yang
berubah adalah suasana di antara mereka bertiga. Fakta bahwa Manda adalah
sahabatnya Zaki inilah yang membuatnya tidak bisa terlalu akrab dengan Rhea.
Dan sampai sekarang pun Zaki tidak tau cerita keseluruhan tentang Drian dan
Rhea.
Kalau kamu
pikir Zaki adalah tipe teman yang akan menghajar Drian sampai nyawa hampir melayang dari tubuh temannya itu
karena meninggalkan Manda, kamu salah besar. Karena sejak awal ketika keduanya
memulai hubungan, Zaki sudah mengingatkan keduanya. Zaki juga tidak mungkin
bertindakk brutal seperti itu karena Manda bahkan tidak pernah lari ke
pelukannya dan menangis tersedu-sedu, mengadukan apa yang sudah Drian lakukan
padanya. Semuanya tidak terjadi seperti yang sinetron-sinetron tayangkan.
“Kamu pesan
sebanyak ini?” tanya Drian pada Manda melihat banyak makanan yang dibawa ke
meja mereka. Tapi ternyata Manda sama melongonya dengan Drian.
“Ini dari Bapak
Aslan Russel, kata beliau hadiah friendversary khusus untuk penggemar
setianya.”
Manda dan Zaki
langsung merasa tertohok, keduanya serempak membuang muka. Penggemar setia
adalah bentuk sindiran dari Om Aslan karena baik Manda atau pun Zaki tidak
memberikan selamat untuk penghargaan “Pengabdian seumur hidup untuk film” yang
bulan lalu di terima oleh aktor senior tersebut.
Adrian langsung
menoleh kesal ke arah yang ditunjukkan oleh pelayan barusan. Di sana, Papanya
duduk dengan senyum sangat lebar. Friendversary? Apa di mata Papa Drian,
Zaki dan Manda tampak sedang merayakan sesuatu? Belum selesai Drian menatap
Papanya penuh peringatan, ponselnya berbunyi.
Bapak Aktor:
Papa boleh gabung?
Begitu bunyi
pesan yang dikirimkan oleh kontak bernama “Bapak Aktor” tersebut. Adrian Russel
memang adalah putra sulung dari aktor senior Aslan Russel. Yang jika beliau
tidak menikah lagi, Adrian Russel pasti akan menjadi anak satu-satunya. Tapi
belakangan Drian bersyukur Papanya menikah lagi karena beliau butuh anak yang
bisa di seret kemana-mana di depan kamera atau di depan publik. Dan anak itu
tentu saja bukan Adrian Russel.
“Gue sungkem
dulu sama bokap lo, Dri,” ucap Zaki pada akhirnya karena Om Aslan tidak akan
beranjak dari tempat ini dalam waktu cepat dan tidak mungkin keduanya memakan
makanan pemberian Papanya Adrian dengan bertebal muka. Tidak lama setelahnya
Manda ikut-ikutan bangkit dan mengikuti Zaki yang hampir menyeberangi ruangan
cafe tersebut.
Drian menoleh
pada kedua orang yang beberapa saat lalu masih bersamanya. Jika ada satu saja
yang tidak berubah, itu adalah hubungan mereka dengan Papa sedangkan sisanya,
Adrian paham bahwa dirinya lah yang mengacaukan semuanya karena pada akhirnya
Drian menyerah pada Rhea Davina yang datang dengan cara paling tidak biasa
a.k.a. bar-bar ke dalam hidupnya. Dan hal tersebut tetap membuat dadanya
menghangat. Maksud Drian adalah hubungan teman baiknya dengan Papa. Padahal
dulu pria beranak satu itu sangat menyesal saat kedua sahabatnya mengetahui hubungannya
dengan Aslan Russel.
Drian baru saja
menikmati makan siangnya ketika “Istri”, begitu tertulis di layar ponselnya,
menelfon. Drian menipiskan bibir atas dan bawahnya kemudian mengangguk pelan
dan menghela napas panjang sebelum mengangkat telfon tersebut. Rhea memangnya
pernah membiarkan Drian santai sedikit? Rhea yang menjadi istrinya tentu tidak
pernah membuat Drian repot, tapi lain dengan Rhea yang satu ini.
“Iya, Rhe?”
“Om di mana? Janjinya pergi sebentar.”
Adrian memutar
bola matanya bosan mendengar isak tangis Rhea dari sebearng sana. Hubungan
keduanya bak roller coaster, Rhea yang beberapa hari pertama selalu
curiga bahwa Adrian akan melakukan sesuatu yang buruk padanya, sekarang justru
seperti tidak mau ditinggal lama-lama. Bukan Drian terlalu percaya diri atau
apa pun. Alasan Rhea tidak mau ditinggal terlalu lama adalah dia tidak ingi
mengasuh Alesja terlalu lama.
“Aku makan
sebentar boleh, ga, Rhe?”
“Aku boleh pergi sama Bapak?”
Adrian Russel
langsung menegakkan punggungnya begitu mendengar nama Papa mertuanya di sebut. Drian
membiarkan dirinya untuk tetap tenang sampai Rhea menyelesaikan kalimat gadis
itu berikutnya. Setelah itu Drian meneggak habis air minumnya dan mendekati
sang Papa.
“Aku pulang,
Pa.”
Aslan Russel
menganga. Belum sempat sepatah kata pun keluar dari mulutnya, Drian sudah
mendahului. “Ada Bapak di apartemen,” ucapnya.
Aslan Russel mengangguk-angguk paham dan
meminta putranya untuk segera pulang. Sedangkan mantan calon menantunya
memandang sang putra tanpa berkedip.
Selalu seperti
ini, ucap Manda membatin. Drian memang selalu mengutamakan semua orang yang ada
hubungannya dengan Rhea.
~o~
“Ga sekalian
aja nginep di rumah pacarmu, Dri?”
“Lo kakak gue,
bukan nyokap gue,” ucap Drian dengan menggerak-gerakkan jari telunjuk juga jari
tengahnya membentuk tanda kutip ketika menyebut kata kakak. Setelahnya Drian
menabrak bahu Rhea begitu saja dan masuk ke dalam rumah.
Drian selalu
pulang telat bukan karena menghabiskan waktu dengan Manda. Kebanyakan memang
Drian menemani pacarnya itu kemana pun yang dia inginkan. Tapi hari ini Drian
sengaja tidur di dalam kelas seperti hobinya Zaki. Remaja itu belum bisa
terbiasa dengan kehadiran Rhea di rumahnya. Rhea dan segala perintahnya.
“Sudah makan?”
“Udah Rhea! Lo
ga perlu ngurus gue kaya gue ini bayi. Gue bisa ngelakuin apa pun sendiri,”
ucap Drian sambil berbalik. Gerakannya yang tiba-tiba membuat Rhea tampak
kaget. Remaja tampan itu kemudian menghela napasnya pelan. “Sampai kapan lo mau
pake baju gue?” Mana kaos yang Rhea kenakan saat ini adalah baju couple-nya
dengan Manda.
“Besok juga
dibalikin,” cibir Rhea.
“Ya, dan
pastinya nanti lo pake lagi baju gue yang lain. Baju Mama banyak dan pasti muat
di elo.”
Rhea menatap
horor pada Adrian Russel. Beberapa malam yang lalu bocah itu meminta Rhea tidur
di sebuah kamar dengan alsan kasihan padanya yang harus tidur di sofa kecil. Drian
juga menunjukkan semua yang Rhea butuhkan seperti seprai, handuk dan lain-lain.
Rhea berada di posisi sangat tau bahwa wanita yang melahirkan Adrian Russel
sudah meninggal dunia tapi wanita itu tidak sadar bahwa kamar yang ia tempati
itu adalah kamar mendiang Mama mertuanya. Ya.. walaupun Rhea tidak yakin apakah
beliau masih mendiang Mama mertuanya.
Mamanya Alesha
Zaneta Russel tersebut baru sadar di mana dirinya berada ketika handuk berwarna
pink tersebut menempel ke wajahnya. Bau kapur barus yang begitu kuat membuat
bulu kuduk Rhea berdiri dan wanita itu berteriak histeris sampai Adrian
mendatanginya untuk kemudian menuntunnya keluar dari kamar tersebut. Itu adalah
pengalaman paling horor Rhea Davina Russel seumur-umur. Padahal ia tidak punya
ketakutan seperti itu pada barang-barang peninggalann Ibu dan Tante.
Mendecih, Drian
kembali membelakangi Rhea. Dia juga kembali menghempaskan pintu kamarnya.
Rhea sudah
terbiasa. Ia tidak mengalami yang namanya culture shock sama sekali saat
menghadapi Drian remaja karena apa atau lebih tepatnya siapa yang pernah wanita
itu hadapi tidak jauh berbeda dengan yang satu ini.
“Bikin PR dulu
baru tidur, Dri!”
“Bacot!”
Dan tentu saja
Rhea semakin membacot. Wanita itu menyindir Drian yang mentang-mentang sudah
tau bahwa di masa depan dia bisa mencapai cita-citanya menjadi semakin lalai.
Kalau Drian tetap begini maka bukan berarti bahwa ia tidak akan bisa menjadi
apa-apa. Hanya anak aktor beken Aslan Russel yang mungkin numpang tenar dengan
nama bapaknya.
Rhea menutup
mulutnya rapat-rapat saat Drian membuka pintu kamar dan membawa gayung setengah
penuh di tangan kirinya.
“Apa tadi?”
tanya Drian yang cukup tertarik dengan kalimat terakhir Rhea. Sampai lupa
tujuannya membuka pintu kamar untuk menyiram wajah Rhea Davina agar wanita itu
diam.
“Apanya?”
“Lo tau apa
yang barusan lo bilang, Rhea!” ucap Drian dengan wajah bosan.
“Bahwa nanti
saat kamu gagal mencapai.. you know.. karena lalai, sibuk pacaran dan ga
mau dibilangin, akhirnya kamu numpang tenar sama nama Papamu.”
“Dan siapa Papa
gue?”
“Aslan Russel,
‘kan?”
“Siapa Aslan
Russel sampai gue harus numpang tenar sama dia?”
Rhea menatap
bingung pada Drian sedangkan Drian, cowok itu tidak terlalu tuli untuk
mendengar semua perkataan Rhea apalagi Rhea mengatakan kata demi katanya tepat
sebelum Drian membuka pintu. Yang artinya Drian terlalu dekat dengan Rhea untuk
tidak mendengarnya. Jika Rhea menatap Drian bingung, sebaliknya Drian menatap
Rhea dengan kedua matanya yang dibuat sesipit mungkin.
“Papa gue
aktor? Artis maksud lo?”
“Taro gayungnya
dulu, Driaahhh...”
Drian menarik
sebelah bibirnya melihat wajah Rhea yang sudah basah. Terima kasih pada
Kakaknya tersayang yang mengingatkan Drian tentang gayungnya. “Papa kita artis?
Kak, lo mabok? Aslan Russel adalah dosen FMIPA yang nikah sama mahasiswinya
sendiri setelah Mama kita meninggal, Kak!” ucap Drian kemudian menutup pintu
kamarnya kembali. Dengan hempasan yang sudah biasa pintu itu dapatkan sejak
kehadiran Rhea Davina di rumah tersebut.
~o~
.png)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar