Adrian Russel
tersenyum geli melihat bagaimana Manda meloncat girang menerima bekal dari
Kakaknya. Okay, sekali lagi Drian ulangi, dari Kakaknya. Manda yang biasanya
mengajak Drian duduk di bangkunya kini
meninggalkan pacarnya begitu saja. Toh tanpa diajak pun Drian tetap akan masuk
dan duduk di sebelahnya. Lebih tepatnya duduk di bangkunya.
“Oh, jadi kamu
mau makan sendiri?” tanya Drian dengan nada yang sama sekali tidak bisa
menyembunyikan bagaimana senangnya cowok itu melihat pacarnya merasakan hal
yang sama hanya karena bekal buatan Rhea.
“Kamu bisa
makan tomatku, kaya biasa.”
“Tomat doang?”
Manda memutar
bola matanya dan langsung mengulurkan satu sendok penuh nasi goreng ke wajah
pacar tampannya yang tentu saja langsung disambut dengan suka cita oleh Drian.
“Akhirnya aku tau kenapa kamu bisa semanja ini,” cibir Manda setelah memasukkan
satu sendok pertama nasi goreng Kak Rhea ke dalam mulutnya.
“Oh, ya?
Kenapa?”
“Karena kamu
ternyata dimanjain banget sama Kak Rhea.”
Senyum nakal di
wajah Drian langsung berubah begitu mendengar nama seseorang yang tidak pernah
ia inginkan untuk disangkut pautkan dengan namanya. Makanya alih-alih merespon
ledekan Manda, Drian justru mengambil alih sendok dari tangan Manda untuk
mengambil suapan lainnya. Namun cowok itu memastikan Manda tidak melepaskan
tangannya dari sendok sehingga pacarnya itu tetap terlihat menyuapinya meski gerakan
tersebut dikendalikan oleh Drian sendiri.
“Pulang sekolah
kita main kemana?”
“Ke rumah
kamu.”
“Ga, Manda.
Ini..” Adrian menatap agak lama pada Manda sebelum melanjutkan kalimatnya. “Ini
alasan kenapa aku ga cerita apa-apa soal Kakak. Kamu jadi lupa sama siapa
harusnya kamu ngabisin waktu.”
Manda
mengedip-ngedipkan kedua matanya kemudian membuka mulut untuk kemudian ditutup
kembali. “Oh, ya?” ucapnya beberapa saat kemudian.
“Ya,” ucap
Adrian diiringi anggukan kepala.
“Kamu sadar ga
kalo kamu jadi posesif banget? Sama Kakak sendiri kamu cemburu?”
Drian
menggerakkan kedua bahunya. “Salah siapa kamu mau jadi pacarku?”
“Salah gue!”
ucap Zaki dari belakang kelas. Tidur cowok yang sengaja tidak keluar kelas itu
jadi terusik. Zaki mengangkat wajahnya dari kedua tangan yang dilipat di atas
meja dan dijadikan bantal itu kemudian menatap Manda dan Drian yang menoleh ke
arahnya. “Puas lo?”
“Sejak kapan lo
di situ?” tanya Drian yang sama sekali tidak merasa malu karena Zaki mendengar
kalimatnya pada Manda.
“Sejak lo
dibutain sama cinta lo ke teman sekelas gue, yang rankingnya dua tingkat di
bawah gue.” Tidak lama kemudian Zaki kembali berujar. “Gue segede ini tidur di
dalam kelas dan lo ga sadar ada gue?”
Drian tidak
terlalu peduli dengan kekesalan Zaki. “Lo mau makan bareng kita?”
“Setelah gue
tau lo sharing sendok sama Manda? No, nanti begonya nular ke
gue.”
“Kamu harus
belajar lebih keras lagi biar bisa ngalahin Zaki, Mand,” ucap Drian pada Manda
sambil kembali membelakangi Zaki.
“Aku tau,” ucap
Manda yang melakukan hal yang sama dengan pacarnya. Membuat si juara kelas
semakin kesal.
“Tau makanya
belajar dong! Makin bego yang ada kalo lo pacaran terus sama temen gue.” Dan
setelahnya Zaki kembali menyembunyikan wajahnya di atas lipatan kedua
tangannya.
~o~
“Lo kenapa?
Bini lo udah ga kecil lagi?” tanya Zaki pada temannya yang tiba-tiba minta
ketemuan di jam kerja. Adrian memang sengaja mengambil cuti sejak beberapa hari
belakangan sejak istrinya berubah secara ajaib dalam waktu semalam.
Dengar-dengar Drian bahkan sekarang rela meminta tolong pada Aslan Russel,
Papanya. Meminta tolong agar asisten rumah tangga Papa untuk rutin mengirimkan
makan siang, makan malam dan sarapan untuknya dengan alasan Rhea sedang tidak
enak badan.
“Ga usah
nyebut-nyebut kata kecil boleh ga?”
“Gede boleh?” tanya
Zaki jenaka. Ia tidak pernah mendapati Drian seposesif ini pada Rhea. Apa
karena istrinya balik perawan ya? Kesannya jadi lebih berharga dari sebelumnya.
Dan sebelum
Drian berdecak, Zaki lebih dulu mendahuluinya. “Oke, oke. Ada apa sama Rhea?”
“Gue merasa gue
ga bisa tinggal serumah lagi sama Rhea perawan.”
“Lo takut
merawanin dia?”
“Zaki!”
“Ya, makanya
cerita yang jelas! Gue ga bisa bantu apa-apa kalo lo ga cerita, Bro!”
Drian memajukan
wajahnya ke arah depan setelah melirik sekitar, memastikan tidak ada yang
mendengar ucapannya pada Zaki. “Gue mau mengaku. Gue ga tahan begini terus. Gue
ga cerita ditel tentang gimana gue nemuin Rhea malam itu ke elo.”
Drian tidak
akan memberikan sepotong-sepotong cerita lagi pada Zaki karena temannya ini
bisa langsung meninggalkannya. Apalagi karena pekerjaannya jelas lebih penting
dari pada seorang Adrian Russel yang berubah dari kepala keluarga menjadi Bapak
rumah tangga bercerita tentang istri perawannya. Tapi kemudian pelayan cafe
tempatnya janjian dengan Zaki malah menginterupsi.
“Nanti!” ucap
Drian galak pada gadis muda itu. Yang membuat sang pelayan langsung undur diri.
“Malam itu Ale
nangis dan kaya biasa gue yang nidurin dia soalnya Rhea udah capek seharian.
Terus setelah Ale tidur, gue kembali ke bini gue. Engga, jangan pasang wajah
begitu karena gue ga ngapa-ngapain sama Rhea. Wajah lo plis yang biasa
aja.”
“Gue udah
ngantuk parah waktu berhasil nidurin Ale dan gue tarik bini gue, gue pelukin
gitu, Ki. Lampu kamar padam, cuma ada lampu tidur yang sengaja di taro dekat
Ale yang tujuannya biar kita atau lebih tepatnya gue ga nabrak apa pun waktu
mau nidurin Ale yang tiba-tiba bangun tengah malam. Jadi posisinya gue ga tau apa
waktu itu Rhea udah balik perawan apa belum. Maksud gue-”
“-Iya, gue
paham. Lo ga perlu jelasin perawan engganya bini lo. Lanjut aja.”
Adrian
menggerak-gerakkan kedua tangannya di udara. Ragu untuk mengatakan kalimat
berikutnya. Tapi bagaimanapun Drian tetap harus mengaku. Walaupun bukan pada
Rhea. Karena kalau dia mengaku pada bocah yang mengasuh Ale di apartemen sana,
Drian jamin dia bisa lari terbirit-birit saking takut padanya.
“Tangan gue. Lo
maklum ya.. kita ini udah suami-istri,” ucap Drian yang sekali lagi ingin
meminta Zaki menempatkan dirinya sebagai pendengar yang baik. Yang tidak
menilainya buruk karena apa yang telah ia lakukan pada Rhea malam itu.
Sebelah bibir
Zaki sudah terangkat. Ia bahkan sudah ingin mengangkat bokongnya dari tempat
ini mendengar kata maklum yang dipadukan dengan suami-istri. Tapi Zaki memilih
untuk bertahan lebih lama. Karena jika saja ketahuan bahwa Drian melakukan
sesuatu yang tidak pantas pada Rhea yang kapan hari memanggilnya ‘Om’, Zaki
akan mengadukan sahabatnya ini pada polisi.
“Tangan gue
masuk ke bawah baju Rhea-”
“Bro-” ucap
Zaki begitu tujuh kata barusan keluar dari mulut Adrian Russel. Beberapa detik
yang lalu Zaki berniat bertahan dan mendengarkan semua kemungkinan yang telah
terjadi antara Adrian dan Rhea tapi sekarang pria itu mengaku tidak kuat untuk
mendengar apa pun itu.
“Gue belum
selesai,” ucap Drian tidak peduli dengan keengganan yang tercetak jelas di
wajah Zaki. “Di punggungnya oke? Bukan dimana-mana tapi di punggung aja. Lo
kalo udah nikah nanti paham gimana lo ga bisa tidur nyenyak kalo ga nyentuh
kulit istri lo. Dalam artian ga selalu kaya yang sedang lo pikirin saat ini
tentunya,” imbuh Drian sambil mengggerakkan jari telunjuk dan tengahnya
membentuk tanda kutip. Perjaka kaya Zaki tentu cenderung condong mikirin
hal-hal mesum. Drian paham itu.
“Nah tangan gue
naik dah tuh, ke punggungnya. Gue murni cuma mau narik dia lebih dekat. Melukin
dia. Apalagi Rhea sempat marah sama gue beberapa hari sebelumnya. Dan gue
nemuin aduh Ki.. kenapa gue cerita ini ke elo?” tanya Drian yang batang
lehernya merah padam.
“Lo apain
Rhea?” tanya Zaki yang sekarang menatap serius pada temannya. “Jangan bilang
Drian yang lalu lalang nyebut istrinya dengan ‘Perawan Rhea’ ternyata..” Zaki
bahkan tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.
“Ga gue
apa-apain. Gue cuma buka bra-nya biar dia juga tidurnya nyenyak. Itu pengakuan
pertama gue. Gue ternyata, kemungkinan besarnya, meraba Perawan Rhea dan buka
kaitan pakaian dalamnya, Ki.” Drian tidak merasa perlu mengatakan pada teman
baiknya bahwa istrinya lebih menyukai untuk melepas kaitan pakaian dalamnya
saat tidur. Zaki tidak perlu tau hal ini.
“Yang mana
membuat gue merasa kaya kriminal yang harusnya masuk penjara sejak beberapa
hari yang lalu. Sejak Rhea membahas kejadian malam itu lagi. Katanya pengen tau
cerita dari sisi gue,” sambung Drian. Keduanya memang mulai mencari tau
penyebab semuanya terjadi meskipun keduanya tidak punya ide tentang penyebab
semua ini.
“Dan hari ini
gue ngeliat dadanya. Dia nunduk-nunduk ga jelas gitu. Ceroboh banget padahal
leher bajunya rendah.” Jadi selain sebentar-sebentar mengganggu Drian dengan
perutnya yang sebentar-sebentar lapar, Rhea yang mulai nyaman dengan keadaan
ini, keadaan dimana ia tidak harus pergi ke sekolah untuk belajar dan kemudian
mengikuti ujian, Rhea juga seakan-akan lupa kalau dia perempuan. Bahkan Drian
lah yang selalu hati-hati selama beberapa hari terakhir. Seperti selalu
mengetuk dan memanggil Rhea sebelum ia masuk ke dalam kamar untuk mengambil
pakaian ganti Ale.
Giam yang
mendengar hal itu sudah siap untuk melayangkan pukulan pada kepala Adrian tapi
Sian langsung menghentikannya. “Setidaknya Drian mengaku dan yang paling
penting dia merasa bersalah.”
“Kata fans
berat Adrian Rus-sialan,” dengus Giam kemudian mendekati Zaki. Agar ia
bisa melihat wajah yang kata Sian merasa bersalah itu.
“Dan lo kabur
kemari, ninggalin anak lo sama Rhea. Seberapa sange-nya lo gara-gara bocah ini,
Dri?”
Bukan jawaban,
yang Zaki dapatkan adalah tatapan datarnya Adrian. Tidak bisakah sahabatnya ini
melihat betapa tidak nyamannya Drian?
“Gimana kalo
kita les-in Rhea?” tanya Zaki setelah adu tatap dengan sang sahabat cukup lama
sampai pelayan yang tadi kembali datang dan menanyakan apa yang kedua pria itu
inginkan.
“Les?”
“Iya. Kita ga
mungkin masukin dia sekolah karena secara teori umur bocah ini udah dua puluh
tujuh tahun. Kita buat Rhea belajar mati-matian sampai dia ga punya waktu buat
gangguin lo dengan semua kepolosan dan kecerobohannya yang gue yakin bikin lo- oke, maaf.” Zaki tau ia bisa babak
belur kalau tetap melanjutkan kalimatnya. “Lo juga ga bisa cuti terus-terusan.
Cepat atau lambat Ale butuh biaya. Nanti kita bisa minta Audi buat jagain Ale.”
Zaki kemudian
mendapatkan ide lain yang mungkin akan sangat membantu Drian. “Anggap aja Rhea
adalah anak gue yang gue titipin sama elo. Jadi tiap kali lo napsuan, lo cukup
ingatin diri sendiri kalo bocah cantik yang tinggal sama lo saat ini adalah
putri kesayangannya Zaki. Anak temen lo sendiri. Lo ga mungkin mau nidurin Rhea
kalo lo tau dia anak sahabat baik lo sendiri, ‘kan?”
“Atau ga,
biarin Rhea jadi anak gue beneran aja. Maksud gue. Ga dititip-titipin ke elo.
Biar dia tinggal sama gue karena gue punya kamar kosong di rumah. Jadi kalo lo
pengen tau perubahan bini lo, apa dia udah kembali ke bentuk semula atau belum,
lo bisa datang tiap saat.”
“Lo makin
konyol Ki,” aku Drian. “Gue lebih suka denger Rhea yang mondar mandir bilang
kalo gue nyulik dia dari pada elo yang pengen angkat bini gue jadi anak lo. Lo
waras?”
“Atau ga
masukin ke panti asuhan aja bini lo itu,” celetuk Zaki pada Drian yang tidak
tau terima kasih. Bukan kah dia datang pada Zaki untuk meminta solusi?
~o~
.png)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar