Drian ingat
sekali bahwa semalam, dirinya memutuskan untuk membenci Rhea Davina tepat
sebelum tidur. Tapi lihat semua ini. Rhea Davina, selain mengetahui semua hal
tentang Drian, apa dia juga mengetahui apa yang Drian inginkan?
Beberapa menit
yang lalu Drian dipaksa bangun oleh wanita yang membuat dapurnya tercium
seperti nasi goreng. Dan sepiring nasi goreng memang sudah berada tepat di
depannya saat ini. Tidak heran kenapa hidungnya terasa penuh oleh wangi sarapan
yang sudah tidak ia dapatkan selama beberapa tahun belakangan. Remaja itu
kemudian mengalihkan matanya pada Rhea Davina yang mencuci wajan.
Rhea memang tau sekali bagaimana cara agar Drian tidak mengusirnya dan
berakhir menjadi gembel.
Kembali pada
Drian yang masih menatap punggung Kakak yang didapatkannya kurang dari dua
puluh empat jam terakhir. Tidak pernah ada yang berani membangunkannya selain
mendiang Mama dan Rhea Davina bisa membuat Drian berjalan dari kamarnya ke meja
makan dalam keadaan linglung. Semua yang wanita itu perintahkan diberi anggukan
oleh Drian.
“Cuci muka sama
gosok gigi dulu!” suruh Rhea ketika mendapati Drian malah memandanginya.
“..”
“Drian?”
Adrian Russel mengangguk-angguk
dan bangkit tanpa kata untuk melakukan perintah Rhea. Baru setelah wajahnya
terkena air dingin, Drian ingat bahwa tidak seharusnya ia sepatuh itu pada
Rhea. Drian sudah berniat untuk mengusir Rhea dari rumahnya begitu pagi datang
tapi lihat bagaimana ia dibuatkan sarapan oleh orang yang seharusnya diusir
itu.
Tidak ada pertanda hujan akan berhenti sore itu sehingga mau tidak mau,
Drian harus membiarkan pacarnya tidur di rumah mendiang Mama yang juga adalah
rumahnya sejak dua tahun belakangan. Dimana hal tersebut juga berarti
membiarkan ‘Kakak’nya menginap.
Sesekali kilat menyambar dan petir memekakkan telinga. Sekarang hanya
Drian dan Rhea saja yang terjaga. Keduanya duduk berhadap-hadapan dengan sebuah
meja kaca sebagai pemisah. Sedangkan Manda, tidurnya nyenyak sekali di bahu
orang yang menjadi sandarannya. Hal paling konyol disini adalah Manda tidur
bersandar pada Rhea Davina Russel dan bukan pacarnya, Adrian Russel.
“Sampai kapan lo di sini, Kak?” tanya Drian dengan nada menyindir saat
ia memanggil Rhea Davina dengan kata ‘Kak’, pada wanita yang sejak tadi tidak
berhenti menatapnya. Wanita yang sama yang Drian bahkan hanya berhenti
menatapnya saat remaja itu berkedip saja.
“Sampai.. selamanya?” Ya, Rhea sedang bertanya. Apakah ia harus tinggal
disini selamanya? Bapak tidak menyukai Rhea selalu muncul di rumah, itu adalah
hal pertama. Kedua, Rhea tidak punya uang untuk terus menyewa penginapan.
Ketiga, ia sudah mendapatkan apa yang diinginkannya, tempat tinggal, dengan
membiarkan Manda tau bahwa Rhea adalah Kakaknya Drian. Meskipun sulit sekali
untuk diakui, Manda benar-benar menjadi juru selamatnya saat ini. Rhea bahkan
sudah membuat Manda berjanji untuk sering datang kemari.
“Sampai selamanya?” tanya Drian dengan senyum sinisnya. “Lo ga punya
tempat tinggal, ‘kan?” tanya Drian pasti. Selain mengetahui banyak hal
tentangnya, Rhea Davinya ternyata juga adalah gembel yang sedang
memanfaatkannya.
Rhea menggeleng. “Aku ga punya tempat tinggal. Apalagi sejak Papa
menikah lag-” Rhea tau dirinya harus berhenti karena Adrian Russel tidak suka
membahas Papanya. Benar saja, bocah itu langsung bangkit, meninggalkannya dan
menutup pintu kamar dengan kasar. Rhea juga bisa melihat lampu kamar langsung
padam melalui ventilasi kamar bocah itu.
“Dri?”
Drian melirik
pada pintu di belakangnya melalui pantulan cermin. Dri. Saat hampir semua orang
memanggilnya Adrian atau Yan, Rhea yang tiba-tiba datang juga juga tiba-tiba
memanggilnya seperti Papa dan Mama memanggilnya. Drian memutar kenop pintu dan
mendapati Rhea Davina berdiri tepat di depan pintu kamar mandi.
“Paan?”
“Cepat sarapan.
Kamu belum mandi dan kamu harus sekolah.”
Drian tidak
bisa membantah karena semua yang Rhea katakan adalah benar. Bagai seekor kerbau
yang dicucuk hidungnya, Drian mengkuti Rhea dari belakang.
“Manda? Dia
udah pulang dua puluh menit yang lalu,” ucap Rhea pada Drian yang celingak
celinguk. Sungguh, ini bukan sesuatu yang Rhea rencanakan sama sekali. Sejak
tau dimana dirinya berada, Rhea memutuskan untuk tidak akan menemui Adrian
Russel dan hanya akan mencuci otak Rhea lainnya untuk tidak jatuh cinta pada
bocah di depannya ini. Tapi lihat bagaimana Rhea harus menumpang di sini agar
tidak ada dari hartanya yang harus terjual. Harta yang ia maksud di dalamnya
termasuk diri Rhea sendiri. Perempuan berkeliaran tengah malam atau justru
tidur sembarangan di alam terbuka benar-benar bukan hal yang aman.
Rhea melirik
Drian yang memakan sarapannya pelan. Melihat sendiri bagaimana keadaan pria
yang hidup dengannya beberapa tahun terakhir. Dia yang memilih untuk keluar
dari rumah karena Papanya menikah lagi.
Rhea
menggeleng, ini bukan saatnya mengasihani Drian.
“Lo ga makan?”
tanya Drian saat Rhea berbalik.
“Udah.. tadi..
dikit,” ucap Rhea melirik piring Drian yang sudah tandas separuhnya. Rhea tidak
mengerti dengan dirinya sendiri yang benar-benar punya mental babu sejak
mengenal Adrian Russel.
~o~
Drian sudah berada
di atas motornya ketika Rhea mengulurkan kotak bekal berwarna hijau tosca
padanya. Kotak bekal miliknya saat SD dulu. Drian menatap horor pada Rhea yang
entah bagaimana bisa menemukan benda itu.
“Lo bukan Kakak
gue, kita tau itu,” ucap Drian melirik Rhea dan kotak bekalnya
berganti-gantian.
Rhea mencibir,
“Titip ke Manda dong, ini tadi yang beli beras sama cabe dan lain-lainnya tuh
dia.”
“Lo becanda,
‘kan?”
“Aku ga punya
duit Drian, dan aku ngutang ke Manda atas nama kamu. Makanya jangan banyak
protes, bawa nasi goreng ini dan bayar utang ke Manda lima puluh ribu!”
“Lo!” Drian
memejamkan mata saking kesalnya. “Lain kali kalo lo butuh uang minta ke gue.
Jangan. ke. pacar. gue! Paham lo, Rhea?!”
Oh tidak. Drian
bukan yang tiba-tiba baik sekali pada Kakak palsunya ini. Mereka sudah membahas
beberapa hal beberapa menit yang lalu. Termasuk kapan Rhea pergi dari rumahnya.
Drian bersyukur dengan sarapan pagi ini yang didapatkannya tapi bukan berarti
ia ingin Rhea untuk terus-terusan berada di rumahnya. Tapi ternyata Rhea
benar-benar ingin tetap tinggal di sana. Rhea bahkan dengan bangganya
mengatakan bahwa dia sudah berhasil membujuk Manda untuk sering main ke rumah.
Drian harus jawab apa kalau Rhea tiba-tiba tidak ada di rumah ini? Rhea adalah
Kakaknya Adrian Russel dan pacar kesayangan Drian tau hal ini.
Jika Drian
keras kepala, ternyata ada yang lebih keras kepala darinya. Mereka berdebat
sampai Drian benar-benar sudah terlambat ke sekolah. Keputusan akhirnya adalah
Rhea akan kos di rumah Drian dengan bayaran berupa dia yang akan mengurus
rumah, memasak dan melakukan pekerjaan lainnya. Drian sebagai pemilik rumah lah
yang akan memutuskan pekerjaan apa saja yang harus Rhea lakukan.
“Sumpah ga akan
jual cincin-cincinku?” tanya Rhea setelah Drian memasukkan bekalnya ke dalam
ransel.
“Deal,” ucap Rhea girang karena berhasil membuat Drian setuju dengan
yang ia inginkan.
“Tapi gue ga bisa percaya gitu aja sama lo, Rhe. Gimana kalo lo
tiba-tiba kabur dan nyuri barang-barang di rumah ini?”
“Kalau ada yang ingin aku curi, aku mau mencuri rumah ini. Sayangnya ga
ada cara untuk bawa kabur rumah kamu, Drian. Berat!”
Drian menggeleng-geleng sambil memandang Rhea dengan kedua alis bertaut.
“Tetap aja gue butuh jaminan.”
“Jaminan? Aku ga punya apa-apa buat dijadiin jaminan, Dri. Kamu mau
sebelah ginjalku?”
“Lo bisa keluarin ginjal lo? Ginjal oke.”
Dan benar
sekali, pada akhirnya Rhea menyerahkan kedua cincin yang ia miliki sebagai
jaminan. Cincin yang langsung masuk ke kantong celana abu-abunya Adrian Russel.
Bukan jawaban,
Adrian hanya meninggalkan Rhea dengan asap motornya yang berbau busuk dan
membuat dada sesak.
.png)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar