Rhea tidak
berkedip saat Adrian Russel berjalan mendekatinya. Wanita itu sadar bahwa Drian
sama sekali tidak menuju dirinya, hanya numpang lewat karena gadis di belakang
Rhea lah yang menjadi tujuan Drian. Sekarang dan juga nanti.
“Sayangnya kamu
dan dia ga akan pernah berhasil,” celetuk Rhea saat Drian benar-benar
melewatinya. Rhea pun tidak mengerti kenapa tiba-tiba ia kesal karena Drian
mengabaikannya. Mengingatkan Rhea pada masa lalu. Meskipun sebenarnya masa lalu
adalah hal abu-abu bagi Rhea Davina Russel saat ini karena dirinya sedang
berada di masa lalu. Lantas, bisakah ia menyebut semua yang pernah ia lalui
dengan Adrian Russel sebagai masa depan? Karena semua itu mungkin saja tidak
akan pernah terjadi atau setidaknya belum.
“Lo ngomong
sama gue?” tanya Adrian Russel pada Kakak-kakak yang entah kenapa bisa berada
di dalam sekolah. Seingatnya Ibu kantin sekolah masih yang biasa. Atau bisa
jadi kakak ini adalah anaknya Ibu kantin.
“Sally, ‘kan?
Ah, kamu lebih suka panggil dia Manda.”
“Lo kenal pacar
gue?”
“Jangankan
pacarmu, Drian. Orang yang selanjutnya jadi istri dan juga selingkuhan kamu pun
aku tau.” Rhea melipat tangan di dada kemudian menyebutkan apa lagi yang ia
ketahui tentang Adrian Russel. Cita-cita pria itu, kebiasaannya dan beberapa
hal lainnya yang ia hapal luar kepala. “Mau tau lebih banyak tentang masa depan
kamu? Kita bisa atur supaya hal-hal yang ga diinginkan ga kejadian. Tidak
menikah dengan perempuan yang menjadi istri kamu di masa depan misalnya,” ucap
Rhea sambil melirik sinis pada Manda kesayangannya Drian yang menunggu dengan
sabar di ujung sana.
“Lo siapa?”
Rhea tidak
memberikan jawaban untuk pertanyaan barusan. Namun ia menunjuk pada Manda.
“Untuk sekarang, aku tau kamu pacaran dengan Manda tanpa niat untuk menikah-”
“-Siapa
bilang?!” potong Adrian Russel yang benar-benar jengkel pada orang asing yang
merasa seolah dirinya lebih tahu semua tentang Adrian daripada Adrian Russel
sendiri.
“Oh, jadi kamu
bukannya yang pacar-pacaran ala remaja tapi sudah ada niat untuk nikah dengan
Manda? Great! Kita bisa menghindari kamu yang buang-buang waktu dengan
menikahi istri kamu itu agar kamu langsung bisa menikah dengan Manda.”
“Kamu ngobrol
sama siapa, Yan?”
“Hai! aku
Kakaknya Drian,” ucap Rhea terlalu cepat sambil mengulurkan tangannya pada
Manda. “Kamu Sally Amanda, pacar kesayangannya Drian. Dia curhat banyak hal
tentang kamu, Manda. Mau mampir ke rumah? Kalian belum makan, ‘kan?”
Manda langsung
menegakkan punggungnya saat berhadapan dengan Kakak pacar barunya. “Maaf, Kak.
Drian belum sempat cerita.”
Tiba-tiba Drian
merasa dirinya tak kasat mata karena dua orang perempuan di depannya ini
langsung akrab. Belum selesai keterkejutan Drian dengan ajakan wanita ini pada
Manda untuk mampir ke rumah, yang mana pertanyaan paling penting di sini adalah
rumah siapa yang dia maksud? Manda juga ikut-ikutan terjun bebas ke dalam drama
dadakan dari Kakak dadakannya Adrian. Bagaimana tidak disebut Kakak dadakan
karena dia baru muncul beberapa menit yang lalu dan langsung menjadi kakaknya,
ya, ‘kan?
Semuanya
berjalan terlalu cepat. Hujan mengguyur kota sore itu dan Drian yang awalnya
ingin mengajak Manda makan malah pulang ke rumahnya dengan membonceng Kakak
barunya. Sementara itu Manda mengikuti mereka dari belakang dengan motor matic
nya. Sampai di rumah, Kakak barunya menyuruh Drian membeli mie instan dan
beberapa bahan lainnya karena katanya Manda pasti kelaparan apalagi pacar Drian
itu baru saja kehujanan.
Tiba-tiba jadi
Kakaknya, tiba-tiba pulang ke rumah yang selama ini Drian tinggali sendiri, dan
sekarang dia juga tiba-tiba perhatian sekali pada Manda. Namun kalimat sungkan
Manda membuat Drian mengalah dan kembali ke toko kelontong terdekat untuk
membeli bawang dan juga beberapa bungkus mie instan.
“Boleh, ga,
Yan? Aku disini dulu sampai hujan reda?” begitu tanya Manda padanya.
Saat Drian
kembali ke rumah, remaja itu mendapati dua orang perempuan tadi sudah berganti
pakaian dengan kaos miliknya. Tanpa izin, lebih tepatnya.
“Tunggu sampai
mie-nya selesai dimasak,” ucap Rhea mengambil kantong kresek dari tangan Drian.
Sementara Kakak
barunya pergi ke dapur, Drian langsung mendekati Manda. “Dia ga ngapa-ngapain
kamu, ‘kan?” tanya Drian yang tidak bisa berhenti untuk curiga.
“Kakak kamu
baik banget, tau, Yan.”
“Dia-”
“-Aku mau
bantuin Kakak. Kamu tiduran aja. Atau mandi, terserah kamu mau ngapain.”
Drian
mengepalkan kedua tangannya karena Manda tidak memberinya kesempatan bicara. ‘Kakak,’
ulang remaja itu dalam hati. “Yeay.. Lihat betapa senangnya Papa kalau beliau
tau anak semata wayangnya tiba-tiba punya Kakak,” ucap Drian pada dirinya
sendiri.
~o~
“Aku bantu apa,
Kak?”
Rhea tidak
menjawab pertanyaan Manda begitu saja. Wanita itu perlu mendisiplinkan hatinya
yang selalu berontak mendengar suara Sally Amanda. Sakitnya akan hilang
begitu semuanya berhasil diatur ulang, ucap Rhea membatin. Kabar baiknya,
Rhea bahkan tidak akan mengingat bahwa ia pernah merasa sesakit ini karena
semua ini pada akhirnya tidak pernah terjadi. Paham, ‘kan maksudnya?
“Lagi pula
sejak awal akulah orang ketiganya,” ucap Rhea pada dirinya sendiri. Rhea juga
harus mengingat bahwa kalaupun harus ada orang jahatnya di sini, orang itu
adalah Drian sendiri. Jika Drian tidak jahat dia tidak akan memutuskan Manda
untuk menikahi Rhea dan kemudian menjalin hubungan lagi dengan mantan pacarnya
itu.
“Gimana, Kak?”
“Kamu temenin
Drian aja di depan. Tapi jangan mau diajak masuk kamar,” ucap Rhea riang. Tidak
tau saja kalimatnya itu membuat wajah Manda merah padam. Bukannya kembali pada
Drian, Manda justru tidak mau meninggalkan dapur karenanya.
“Gimana? Drian
nyebelin ga orangnya?” tanya Rhea pada Manda yang serius sekali memotong bawang
merah dan dan daun bawang. Dan begitu saja, keduanya kembali larut dalam
obrolan tentang Drian ditemani oleh suara guyuran hujan.
Beberapa menit
kemudian setelah mie rebus untuk Rhea dan Drian dan mie goreng untuk Manda
jadi, Rhea meminta Manda untuk memanggil pacarnya itu makan. Ternyata Drian
benar-benar ketiduran sambil menunggu mereka memasak. Rhea masih mengikuti
semua pergerakan Drian melalui ekor matanya. Bagaimana Drian mengambil tempat
duduk di samping Manda, bagaimana Drian mengambil potongan tomat yang ada di
piring pacarnya itu seperti yang selalu dilakukannya untuk Rhea. Yap, hal yang
menyebalkan disini adalah bahwa Rhea dan Manda sama-sama membenci tomat dan
sama-sama menyukai orang yang selalu memakan sayur itu untuk mereka.
Menghela
napasnya pelan, Rhea juga menggeleng-gelengkan kepala untuk berhenti memikirkan
apa pun tentang dirinya dan Drian. Semuanya akan segera berubah.
“Enak, Yan?”
tanya Manda pada pacar tampannya.
“Enak.”
“Siapa dulu
yang masak? Kakak,” kikik Manda yang jujur saja tidak bisa Rhea pahami
alasannya.
Rhea masih
melirik Manda dengan tatapan anehnya ketika gadis itu menatapnya dan bertanya,
“Oh, iya, nama Kakak siapa?” tanya nya. Membuat kunyahan Drian dan juga Rhea
berhenti. Keduanya sama-sama melirik satu sama lain untuk beberapa detik
sebelum Drian berdeham.
“Rhea Davina,”
jawab Rhea ketika Drian meraih gelasnya.
“Russel,”
tambah Drian.
“Hah?” tanya
Rhea dengan jantung berdegup kencang. Rhea Davina Russel adalah identitasnya
sejak menjadi istri Adrian Russel.
“Nama lo, Rhea
Davina Russel, ‘kan, Kak?”
Barulah Rhea
mengerti apa maksud Drian. Namanya adalah Rhea Davina Russel karena dia menjadi
Kakaknya Adrian Russel, bukan istrinya Adrian Russel.
“Papa bakal
sedih kalo tau anak perempuan satu-satunya membuang nama belakangnya,” cibir
Drian pada Rhea Davina yang masih terpaku. Rhea Davina adalah nama perempuan
ini, ucap Drian dalam hati.
.png)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar