“Ini ngga yang kaya lo kehilangan kemampuan bahasa Java lo, ‘kan,
Dri?” tanya seseorang setelah menepuk pundak Adrian Russel yang sedari tadi
menatap kosong pada layar komputer. Layar komputer yang berisi simbol-simbol
aneh bagi orang yang tak mengerti bahasa pemrograman.
“Hah?”
“Ngelamunin apa?” tanya pria itu lagi sambil menunjuk jam dinding,
menjelaskan bahwa sudah saatnya makan siang.
“Siapa yang ngelamun?” kekeh Drian sambil memijat leher bagian
belakangnya. Kemudian senyum aneh temannya itu membuat Drian langsung
berceletuk. Agak-agaknya Drian sudah tau kenapa Zaki menghampirinya. “Gangguin
orangnya langsung, Ki. Lo salah besar kalo lo pikir bisa dapetin Audi dengan
baik-baikin sepupunya.”
Zaki memutar bola matanya kesal. “Ini alasan kenapa gue ga pernah
cerita kalo gue naksir sepupu lo, Dri. Lo jadi mikir selalu ada motif di balik
ketulusan gue,” ungkap Zaki dramatis.
“Jadi ga ada?” tanya Drian yang langsung mencibir mendengar kata
tulus keluar dari mulut sang sahabat.
“Ya..” Zaki menggaruk belakang kepalanya, “Pasti gue punya maksud
lain waktu ikut lo ke rumahnya Audi.”
Drian terkekeh kemudian gantian menepuk pundak Zaki. “Ki, gue cuma
sepupunya. Gue ga bisa milihin suami buat Audi jadi lo harus usaha sendiri.
Maksud gue,” ucap Drian sebelum Zaki kembali memotongnya, “Maksud gue adalah
gue tau lo udah usaha, tapi yang bold dong. Yang terang-terangan. Lamar
dia.” Setelah mengatakan nasehatnya untuk sang rekan kerja sekaligus sahabat,
Drian berjalan meninggalkan kubikelnya.
Senyum geli yang ia tunjukkan pada Zaki langsung hilang begitu
Drian memberikan punggungnya pada sang sahabat. Drian mencibir pada dirinya
sendiri yang tidak berada pada posisi untuk memberikan nasehat. Seolah rumah
tangganya benar saja. Seharian Drian memikirkan apa yang telah terjadi dan apa
yang selanjutnya akan terjadi padanya, pada Rhea dan pada Ale.
“Apa? Setelah barusan nyuruh lamar, apa sekarang lo mau nyuruh gue
langsung nikahin Audi?” tanya Zaki pada temannya yang kembali mendekat setelah
berjalan menjauh. “Audi bukan Rhea dan gue bukan Adrian Sialan Russel
yang beruntung banget karena dapetin cewek cantik itu sebagai istri tanpa usaha
berarti,” cibir Zaki.
“Sejak kapan lo punya pikiran begitu?” tanya Drian. Kalimat Zaki
barusan membuatnya melupakan apa yang hendak ia katakan pada teman nya itu. Dan
rasanya sesuatu tersebut tidak lebih penting dari jawaban yang harus ia
dapatkan saat ini juga dari Zaki.
“Bahwa lo beruntung punya istri cantik kaya Rhea?”
“Bahwa Rhea cantik,” ucap Drian menjelaskan maksud pertanyaannya
beberapa saat yang lalu. Tiba-tiba saja ia tidak suka mendengar kata cantik
keluar dari mulut Zaki dan ada nama istri Drian tersemat di dalam kalimatnya. Dua kali dong, ya, kata cantik dan nama istri Drian disebut oleh Zaki.
“Sejak dia muncul di ruang serba guna fakultas kita dan mulai
ngekorin lo. Ayolah Drian, semua orang punya mata dan semua orang juga pasti
bilang begitu. Dan yang paling penting adalah semua orang juga akan melakukan
hal yang sama kaya yang gue lakuin, yaitu engga mengganggu Rhea karena dia cuma
tertarik sama elo seorang.” Zaki terus mengoceh mengingat bagaimana Drian
dengan mudahnya mendapatkan istrinya yang cantik, menikah di usia yang muda dan
memiliki putri yang menggemaskan.
Sementara Zaki menyebut bagaimana mudahnya Dian mendapatkan Rhea,
Drian justru terbayang dengan bagaimana mudahnya ia menghancurkan rumah
tangganya sendiri dan sekarang hal paling tidak masuk akal tengah menimpa istrinya sendiri. Atau mungkin hal itu
justru sedang menimpa Drian. Entahlah.
“Ikut gue pulang?”
“Apa?” Hanya itu yang bisa Zaki ucapkan mendengar ajakan yang
terdengar sangat tidak normal barusan. Jika ada yang mendengar, mereka pasti
bisa berpikir Drian dan Zaki punya hubungan yang sangat
tidak biasa dan menentang norma-norma yang ada. Ini juga belum jam pulang
ngantor.
Dan ternyata ada yang lebih tidak normal dari sekedar ajakan
pulangnya Adrian Russel. Zaki tidak bisa melepaskan pandangannya pada perempuan
yang makan seperti gembel di hadapan dirinya saat ini. Tidakkah istri Drian
terlalu mungil dan bersikap seperti gembel yang tidak
makan tiga hari? Tanya Zaki membatin dan kenapa Rhea terlihat seperti tidak
mengenalinya sama sekali? Sementara itu tak jauh dari Rhea yang kelaparan ada
Drian yang menimang Ale sambil mondar mandir.
“Anu..” ucap Zaki bingung. Satu kata yang ia ucapkan itu membuat
sepasang suami dan istri di depannya menoleh dan memberikan perhatian penuh
untuknya.
“Sejak kapan Ale minum susu bantu?” Dan sejak kapan Drian bisa
menimang-nimang anaknya? Zaki kemudian sadar bahwa anak tersebut adalah
anak Drian. Tentu saja dia bisa menimang anaknya sendiri.
“Jadi Ale beneran ada Mamanya? Om kenal?” tanya Rhea setelah
melirik ke arah Ale yang ada di gendongan Om Drian dan kemudian kembali pada
pria di depannya itu.
“O- Om?” ulang Zaki. Beberapa bulan tidak bertemu,
apa Zaki jadi setua itu? Ia akui pernah tinggal kelas dua kali tapi jika Zaki berdiri bersama suami Rhea yang tampan itu, semua orang juga tidak
akan menyadari bahwa Zaki lebih tua dua tahun darinya. Dan Om? Tidak kah kata
itu terlalu berlebihan?
Rhea mengangguk. “Nama Om siapa?”
Zaki kesulitan meneguk ludahnya. Bolehkah
ia berkata-kata kasar pada istrinya Drian walaupun mereka tidak terlalu akrab?
Drian melihat semuanya. Saat ini Rhea masih dalam tubuh remajanya
dan ada Zaki bersama mereka. Hal ini hanya merujuk pada dua hal, pertama bahwa Drian tidak gila. Dan satu hal lainnya yang paling penting
dan terdengar sangat gila adalah istrinya yang kembali pada bentuk dirinya beberapa tahun sebelum mereka mengenal satu sama lain adalah kenyataan.
Drian ingat bagaimana ia dan Zaki sampai di apartemen ini satu jam
yang lalu. Ia meminta temannya itu untuk beristirahat sementara Drian mengecek
keadaan Rhea dan Ale. Ia menemukan anak dan istrinya di masa lalu, Drian tidak
tau bagaimana harus menyebut Rhea, tidur sambil saling berpelukan. Hal yang
sebenarnya cukup mengejutkan. Rhea punya kesempatan untuk kabur kemana pun yang
ia inginkan tapi gadis itu tetap bersama putrinya Drian. Apakah karena
sebenarnya dia adalah Mamanya Ale? Makanya ia tidak tega meninggalkan putrinya
seorang diri tanpa ada yang menjaga?
Jika biasanya Drian akan memastikan keadaan Ale terlebih dahulu
setiap kali ia pulang bekerja, kemudian menciumi seluruh wajah putrinya itu
baru kemudian menanyakan kegiatan Rhea seharian, kali ini Drian menatap lama
tepat ke arah Rhea remaja yang tertidur pulas. Omongan Zaki mengenai kecantikan
istrinya berputar memenuhi otak Drian. Setelah sekian lama barulah ia menyadari
bahwa dirinya beruntung, memiliki istri yang cantik, mencintainya dan
memberikan Ale dalam kehidupannya. Seketika Drian menjadi sangat merindukan Rhea-nya. Ia bersedia melakukan apapun demi melihat wanita itu lagi.
Kenapa Rhea berubah menjadi gadis remaja? Apa yang harus Dian lakukan dengan Rhea yang ini?
Mungkin karena Ale bisa merasakan
kehadiran sang Papa, anak itu bangun, mengerjap-ngerjapkan mata,
menggeliat dan segera setelah sepasang matanya menemukan Drian, bayi itu mengangkat kedua tangannya. Minta digendong oleh Papa.
Ale sama sekali belum berada dalam gendongan Papanya hari ini dan bayi yang selalu mendapatkan perhatian Papanya itu langsung merasakan
tubuhnya melayang.
“Hai, Sayang,” ucap Drian miris. Biasanya saat ia pulang bekerja,
Drian akan menemukan Ale dengan wajah segar dan wangi. Namun kali ini baju yang
dikenakan putrinya masih baju yang semalam. Drian juga bisa merasakan getaran
yang berasal dari perut putrinya itu. “Ale belum makan, Sayang,” ucapnya penuh
penyesalan. Cepat-cepat Drian membawa Ale keluar kamar namun ketika dirinya
hendak menutup pintu agar Rhea bisa tetap tidur, remaja itu justru sudah bangun
dan duduk di atas ranjang sambil mengucek kedua matanya.
“Lapar, Om,” ujarnya pada Drian. Itu lah alasan kenapa saat ini
Rhea makan dengan sangat berantakan di meja makan dan disaksikan oleh Zaki. Melirik Rhea yang masih makan dengan kecepatan
seperti seseorang bisa merebut makanannya kapan saja, Drian teringat dengan
kejadian beberapa menit yang lalu.
“Aku akan siapkan makanan. Kamu bisa mandi dulu.”
“Aku ga punya baju ganti.”
“Baju Rhea banyak.”
“Tapi-”
“-Rhea! Semua yang kamu perlukan ada di dalam lemari. Handuk
bersih juga ada di sana.” Dan Drian meninggalkan perawan Rhea begitu saja.
Drian kemudian membawa Ale keluar. Barulah ia sadar bahwa ada Zaki
yang ia ajak pulang. Karena kedua pria itu sebenarnya juga belum mendapatkan
makan siang, Drian meminta Zaki untuk memesan makanan untuk tiga orang.
Sementara itu Drian membiarkan Ale beserta botol susunya duduk di
depan tivi dan menyetel video yang anaknya sukai sementara ia menyiapkan
makanan. Drian menjadi sibuk sendiri menyiapkan makanan untuk Ale, beruntung ia
sering memperhatikan Rhea memasak, sampai tidak menyadari bahwa dirinya menginjak
tangan anaknya sendiri. Ale merangkak menuju Papanya seolah ia sudah tidak bisa
menunggu lagi.
“Sayang, Ale kenapa ga bersuara? Gimana kalo ketendang Papa?” ucap
Drian setelah menggendong Ale dan memeriksa tangan putrinya.
“Bukannya lo gue suruh jagain anak gue?” tanya Drian pada Zaki
yang membelakanginya dan menghadap langit yang dihiasi awan hitam.
“Gue barusan ditelfon sama Mas Ojol-nya. Makan siang kita udah ada
di depan pintu.” Buru-buru Zaki membukakan pintu dan mengambil makan siangnya
tak lupa mengucapkan terima kasih. Zaki melihat kantong belanjaan yang kini berada di tangannya dan tersenyum lebar. Makan siang kali ini di
danai oleh Adrian Russel. Kapan lagi ia bisa menikmati makanan dari restoran
mewah satu ini, bukan? “Bini lo mana? Kok dari tadi ga keluar kamar?”
Kemudian di sini lah dia sekarang dengan Rhea yang menanyakan nama
Zaki dan temannya itu yang tidak menyadari apa-apa tentang siapa yang sedang
berhadapan dengannya. Drian yang tadinya mondar-mandir
menggendong Ale demi memastikan bayi tersebut menghabiskan susunya sebelum
makanannya matang menyadari bau hangus. Berdecak kesal, pria itu membuka
keran wastafel sehingga air memenuhi wadah yang digunakannya untuk membuatkan
makanan Ale yang gagal total.
“Kamu sudah selesai, ‘kan, Rhe?”
“Belum, Om, aku masih-”
“-Kamu sudah selesai. Nanti tambah lagi.”
“Om?!” ulang Zaki. Tapi tidak ada yang memberikannya perhatian
karena Rhea dan Drian sedang sibuk bicara. Drian akhirnya menang dan membuat
Rhea menggendong Ale. Keduanya sekarang sedang menonton tivi dengan volume yang
terlalu nyaring.
“Lo ga bilang istri lo kecelakaan dan amnesia,” tuntut Zaki pada
temannya itu. Ia akui Drian cenderung menyimpan semua masalahnya sendiri tapi
tidakkah ini keterlaluan? Atau hanya Zaki saja yang menganggap pria ini teman
baiknya?
“Ki, gue ga butuh drama lo karena ada drama fantasi yang jauh
lebih epic disini,” ucap Drian. Makan siang di depannya menjadi sangat tidak
menarik sama sekali padahal perutnya lapar.
“Rhea yang lo temui hari ini jauh lebih kecil
dari yang lo temuin beberapa bulan yang lalu. Lo ga sadar?” tanya Drian dengan
ekspresi takjub. Jika Rhea perawan sejenis keajaiban maka Zaki mungkin lebih
dari sekedar keajaiban itu sendiri karena reaksi yang ia berikan sejak Rhea
keluar dari kamar sama sekali jauh dari ekspektasi.
“Apanya yang kecil?” tanya Zaki kemudian menoleh ke arah Rhea yang
memeluk Ale sambil terus memastikan botol susu formulanya tidak lepas dari
mulut bayi berumur kurang dari satu tahun itu.
“Oke stop! Jangan pandang bini gue!” ucap Drian penuh peringatan.
Apa yang Zaki lakukan sekarang? Memindai tubuh Rhea dan mencari apa yang kecil
pada tubuh istri Drian? Yang Drian maksud adalah
Rhea yang ini jauh lebih muda.
~o~
.png)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar