Dengan mata yang terasa
begitu lengket, Rhea mengernyit. Ia merasakan sesuatu yang aneh pada
ranjangnya. Ranjang miliknya tidak pernah terasa senyaman ini. Selimut yang
menutupi tubuhnya juga terasa lebih hangat dan lembut dari yang biasanya. Meski
kantuk begitu parah tapi Rhea masih bisa merasakan bahwa kaitan pakaian
dalamnya terlepas. Rhea bukan golongan anak perempuan yang membuka pakaian
dalamnya saat tidur, itulah kenapa ia berdecak kesal kemudian bangkit meski
dengan kedua mata yang sudah tertutup rapat untuk memasukkan kedua tangan ke
balik kaos yang digunakan dan membenarkan pakaian dalamnya.
“Astaga!” jeritnya saat
merasakan sebuah tangan merambat di bawah kaos yang ia gunakan ketika mencoba
memasang kembali pakaian dalamnya. Tangan itu membelit perut Rhea seperti
seekor ular tapi ia tau bahwa itu tangan manusia, bukan ular. Karena alih-alih
merasakan dingin dan sisik, Rhea justru merasakan hangat kulit seseorang di
perutnya.
Tak berselang beberapa
detik terdengar jeritan lain yang terdengar lebih cempreng diikuti oleh suara
tangis.
“Rhe.. Ale baru tidur
beberapa menit yang lalu yang artinya aku juga baru tidur selama beberapa
menit,” ucap seseorang bersamaan dengan lampu kamar yang menyala. Barusan
adalah suara seorang laki-laki dan tak tanggung-tanggung, itu suara seorang
laki-laki dewasa. What the freak! Ada laki-laki dewasa dan anaknya di
kamar Rhea? Sejak kapan memangnya Rhea membuka kamarnya untuk umum? Itu yang
saat ini Rhea pikirkan di benaknya. Dan tunggu! Apa barusan Rhea ditegur karena
sudah membuat kehebohan di kamarnya sendiri? Ini kamar Rhea loh, dia bebas
melakukan apapun yang dia inginkan.
Setelah cahaya menerangi
kamar yang awalnya ia kira adalah kamarnya, setelah ia berpikir bahwa seseorang
membobol kamarnya, tubuh Rhea mendadak kaku dan semua seolah berputar. Oke,
Rhea pusing sekarang. Ini bukan kamarnya, bahkan selimut ini juga tidak sesuai
dengan gayanya sama sekali meskipun tidak bisa dipungkiri terasa begitu nyaman
dan hangat. Pertanyaan paling penting saat ini adalah, siapa Om-Om yang sedang
memunggunginya sambil menimang-nimang seorang bayi itu? Tidak, Rhea
menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat, pertanyaan paling mendesak saat
ini bukan siapa mereka tapi di mana gerangan dirinya sekarang?
“Di mana aku?” tanya Rhea
menyuarakan apa yang bersarang di benaknya sejak beberapa detik yang lalu
kemudian cepat-cepat turun dari ranjang orang yang tadi ia pikir adalah
miliknya. Meskipun seorang tukang tidur, Rhea Davina punya prinsip yang tidak
akan pernah ia langgar apapun yang terjadi, yaitu: tidak akan tidur sembarangan
terlebih di rumah orang asing. Rhea memang tidur sembarangan dalam artian kapan
pun dia merasa mengantuk, tapi Rhea selalu tidur di bangkunya, tidak pernah di
bangku teman sekelas apalagi bangku kelas lain. Kamarnya, rumahnya, sofa depan
TV nya. Lihat bukan? Dia selalu tau tempat untuk tidur.
Rhea melihat Om-Om itu
berbalik dengan penuh antisipasi. Cepat atau lambat pria tersebut akan berbalik
karena barusan Rhea mengajukan pertanyaan. Kecuali dia punya masalah
pendengaran. Dan lebih dari Rhea yang syok saat mendapati dirinya berada di
tempat asing, pria yang sekarang tengah berhadapan dengannya itu terlihat
seperti seseorang yang sedang berhadapan dengan hantu. Rhea sungguh merasa
tersinggung dengan ekspresi yang pria dewasa itu berikan untuknya. Tapi
apa-apaan itu? Kenapa pula dia tidak pakai baju di cuaca seperti ini?
Siapa saja tolong tarik
Drian dari mimpi buruk ini. Siapa saja juga tidak akan percaya jika Drian
ceritakan bahwa istrinya kembali ke bentuk remajanya. Semakin mengucek mata
semakin Drian merasa ada yang salah dengan matanya. Atau justru objek yang
sedang dilihatnya. Beberapa saat yang lalu dia, istrinya maksud Drian,
berteriak sampai membangunkan putri mereka yang baru saja berhasil ia tidurkan
karena beginilah mereka berbagi tugas untuk menjaga Ale, namun sekarang dia
malah menangis. Sekali lagi yang Drian maksud menangis adalah istrinya. Tiga
tahun menikah Drian tidak pernah melihat Rhea menangis selama ini. Tidak
pernah. Kecuali jika mungkin Rhea menangis di belakangnya. Kemudian
pertengkaran keduanya dua bulan yang lalu berputar bagai rekaman kusut di benak
pria itu.
Drian salah. Ya, memang dia
yang salah.
“Jangan Sally aja, Dri! Peluk semua perempuan yang kamu temui!”
Rhea menatap Drian benci, ia melempar cincin yang laki-laki itu sematkan
padanya di depan orang tua mereka dan benda itu tepat mengenai dada sang suami.
Sakit. Itu yang Drian rasakan. Beraninya Rhea melakukan hal
yang menyakitinya padahal Drian tidak pernah membuatnya kesakitan dalam hal
apapun. Melihat dengan kepala sendiri bahwa istrinya tidak merasa bersalah
telah membuang benda yang mati-matian ia dapatkan untuk bersamanya juga membuat
Drian marah. Namun nama yang disebut Rhea entah kenapa membuat Drian merasa
segala amarah dan sakitnya tidak lagi berarti. Petaka sudah menyambangi rumah
tangganya. Drian tau itu.
“Rhe, Ale bisa ketakutan kalau kamu-”
“-Terserah!!! Ale lebih baik ketakutan sekarang daripada
menanggung malu karena memiliki pria sialan kaya kamu sebagai Papanya.”
“Rhe... aku dan Manda tidak ada hubungan apa-apa, maksudku aku
belum bisa disebut selingkuh.” Jujur, Drian sendiri pening dengan kalimat yang
barusan terucap.
“Aku ga peduli Dri!!”
“Tolong pahami aku, Rhe.. aku cuma bingung sesaat. Ka- kamu
terlalu sibuk dengan Ale dan aku-” Drian tidak sanggup melanjutkan ucapannya
karena istrinya menutup mata dan menggeleng kencang. Drian yakin ia pun tidak
akan sanggup mendengar kelanjutan ucapannya sendiri.
“Begitu? Berarti aku yang salah, ya, Dri! Aku” aku Rhea dengan
tatapan tersakiti. Alesha Zaneta Russel adalah putri mereka, Drian mengaku
mencintai putri mereka lebih dari apapun begitupun Rhea. Namun kemudian Drian
menjadikan darah daging mereka sebagai alasan kenapa ia berpaling.
“Jika ada cara, apapun itu biar aku ga pernah ketemu kamu, ga
tergila-gila sama kamu. Aku pasti lakuin itu apapun resikonya sekalipun
mempertaruhkan keberadaan Ale!” pekiknya. Rhea kemudian meninggalkan sang
suami, mengunci kamar. Membuat jarak yang selama ini Drian buat diam-diam
menjadi begitu nyata.
Jadi..
apakah sekarang istri Drian sedang berada di masa lalu dan membenarkan apa yang
menurutnya salah sejak awal? Apa ini masuk akal? Tapi di balik semua kenyataan
yang menakutkan ini, Adrian Russel lebih takut jika Rhea mendapatkan cara
apapun yang pernah dia katakan sehingga Drian tidak lagi memiliki wanita itu
dan putri mereka.
~o~
.png)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar